Di dunia ini tak ada yang tidak mungkin. Jika berusaha dan terus mencoba, mungkin hal-hal menakjubkan yang kita sudah lama impikan bisa terwujud semudah membalikkan telapak tangan.
Kira-kira, seperti itulah yang disampaikan Slamet Riyadi. Pria asal Salatiga ini tak menyangka, bisa menjajal peruntungan pergi ke Amerika Serikat (AS) untuk merasakan pengalaman menjadi astronot NASA. Bagaimana awal mula kisahnya?
Slamet yang merupakan guru Matematika di SMP Negeri 4 Tengaran Satu Atap, Salatiga, Jawa Tengah merasa beruntung menjadi salah satu anak bangsa yang diberangkatkan ke Space Academy, akademi antariksa yang berlokasi di Hunstville, Alabama, AS.
Apalagi dari ketujuh guru Indonesia yang pergi, Slamet menjadi satu-satunya yang berasal dari daerah. Adapun guru lainnya berdomisili di kota besar, seperti Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Bandar Lampung.
Program yang Slamet ikuti, yakni Honeywell for Educators at Space Academy (HESA), diakui merupakan salah satu pengalaman inspiratif yang tak bisa ia lupakan.
Selama satu pekan, ia bersama keenam guru Indonesia lain ‘digembleng’ dengan serangkaian pembekalan materi ilmu STEM (Sains, Teknologi, Engineering/Teknik, Matematika) dan pelatihan fisik yang ternyata juga diberikan oleh astronot NASA.
“Saya benar-benar enggak merasa bosan sama sekali. Semua materi yang diberikan HESA itu sangat menantang. Kami beraktivitas penuh dari jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Manfaatnya banyak sekali, apalagi ini menunjang pengalaman saya saat mengajar matematika,” ujar pria lulusan FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut kepada Tekno Liputan6.com di Oakwood, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Adapun pelatihan astronot yang dilakukan Slamet antara lain seperti simulasi moonwalker.
“Ini jenis pelatihan yang dibekali ke astronot untuk pergi ke Bulan. Kami semua dimasukkan ke dalam satu wahana khusus dengan kostum astronot lengkap, di dalam wahana itu gravitasinya langsung nol. Kami otomatis mengambang dan berjalan layaknya seperti di bulan,” tutur Slamet dengan semangat.
Pelajaran Berharga
Lantas, dengan belajar menjadi astronot, adakah ilmu yang bisa diimplementasikan ketika Slamet kembali ke sekolahnya? Slamet menjawab, tentu banyak.
Menurutnya, matematika adalah pelajaran yang ironisnya seringkali dihindari para murid. Karena telah mengikuti program HESA, Slamet bisa menemukan cara yang mampu membangkitkan minat murid belajar matematika.
“Kami mendapatkan banyak ide bahwa mengajar itu jangan selalu teacher centered (selalu teori ketimbang praktik). Kita harus lebih sering melakukan praktik nyata. Lakukan pendekatan yang lebih ringan dan fun agar proses pembelajaran bisa lebih terasa menyenangkan,” lanjutnya menerangkan.
Slamet juga memberikan contoh, salah satu pelatihan yang ia ikuti saat di AS adalah pelatihan soal relasi dan fungsi. Materi ini telah ia kembangkan sebagai bekal baru untuk para murid.
“Saya sudah rencanakan ingin mengadakan praktik pembuatan roket mini dan saat membangun roket, saya terapkan rumus relasi dan fungsi,” ujar Slamet.
Selain itu, Slamet juga mengimplementasikan pelatihan moonwalker yang telah dilakukan ke dalam materi baru.
“Saya ingin mengadakan pelatihan kecil pada murid tentang parasut, dengan mengaplikasikan materi gaya gravitasi, berat, dan hampa udara sehingga lebih mudah dipahami karena para murid bisa menjajalnya langsung dalam eksperimen sederhana,” imbuhnya.
Ingin Orang Indonesia Bisa Jadi Astronot
Meski tidak jadi astronot selama permanen, Slamet berharap ilmu yang ia dapat bersama rekan lainnya bisa bermanfaat bagi generasi bangsa, khususnya para murid yang berpotensi dalam ilmu STEM.
“Saya ingin membawa motivasi ke anak-anak, kalau bisa yang tertarik di ilmu STEM. Banyak kok, orang-orang berhasil yang bekerja di bidangnya karena mereka andal belajar STEM. Ada yang jadi engineer, ahli kimia, dan bahkan astronot,” tukas Slamet.
Menurut Slamet, sangatlah mungkin bagi orang Indonesia untuk berpeluang bisa menjadi astronot. Apalagi, University of Alabama in Hunstville AS (UAH) juga telah membuka program beasiswa khusus bagi orang Indonesia yang ingin menekuni ilmu aeronautika. Dari situ, mereka bisa lulus dan bepeluang bekerja di NASA.
“Saya percaya orang Indonesia itu pintar-pintar dan potensial. Kita bisa memotivasi bahwa orang Indonesia itu bisa. Membawa misi sains itu tidak susah kok,” pungkasnya.
Sumber: tekno.liputan6.com
– – –
Facebook : @SentraCyber
Cyber Trading and IT Networking Solution